Minggu, 21 Desember 2008

Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek

Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien.

Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien.

Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik. Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan.

Oleh sebab itu apoteker dalam menjalankan praktek harus sesuai standar. Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan obat yang rasional. Sebagai upaya agar para apoteker dapat melaksanakan pelayanan kefarmasian dengan baik, Ditjen Yanfar dan Alkes, Departemen Kesehatan bekerja sama dengan Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI) menyusun standar pelayanan kefarmasian di apotek. Hal ini sesuai dengan standar kompetensi apoteker di apotek untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian kepada masyarakat.
Tujuan

Standar Pelayanan Kefarmasian di apotek disusun:
1. Sebagai pedoman praktek apoteker dalam menjalankan profesi.
2. Untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional
3. Melindungi profesi dalam menjalankan praktik kefarmasian

Pengertian

  1. Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.
  2. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker.
  3. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika
  4. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
  5. Alat kesehatan adalah bahan, instrumen aparatus, mesin, implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah,mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit serta memulihkan kesehatan pada manusia dan/atau untuk membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
  6. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
  7. Perlengkapan apotek adalah semua peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek.
  8. Pharmaceutical care adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
  9. Medication record adalah catatan pengobatan setiap pasien.
  10. Medication error adalah kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah.
  11. Konseling adalah suatu proses komunikasi dua arah yang sistematik antara apoteker dan pasien untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat dan pengobatan.
  12. Pelayanan residensial (Home Care) adalah pelayanan apoteker sebagai care giver dalam pelayanan kefarmasian di rumah-rumah khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan terapi kronis lainnya.

PENGELOLAAN SUMBER DAYA

1. Sumber Daya Manusia
Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang profesional. Dalam pengelolaan apotek, apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, mampu berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan.

2. Sarana dan Prasarana

  1. Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan penyerahan.
  2. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling.
  3. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya.
  4. Apotek harus bebas dari hewan pengerat, serangga. Apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin.

Apotek harus memiliki:

  1. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.
  2. Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur/ materi informasi.
  3. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien.
  4. Ruang racikan.
  5. Tempat pencucian alat.
  6. Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan.

3. Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan lainnya.

Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi: perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pelayanan. Pengeluaran obat memakai sistim FIFO (first in first out) dan FEFO (first expire first out)

  1. Perencanaan.Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan:
    1. Pola penyakit
    2. Kemampuan masyarakat.
    3. Budaya masyarakat.
  2. Pengadaan.Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan pediaan farmasi harus melalui jalur resmi sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku.
  3. Penyimpanan.
    1. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah
    2. Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.
    3. Wadah baru, wadah sekurang kurangnya memuat nama obat, nomor batch dan tanggal kadaluarsa.
    4. Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan menjamin kestabilan bahan.
  4. Administrasi.Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi:
    1. Administrasi Umum: pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
    2. Administrasi Pelayanan: pengarsipan resep, pengarsipan catatan pengobatan pasien, pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat.

PELAYANAN

  1. Pelayanan Resep
    1. Skrining ResepApoteker melakukan skrining resep meliputi :
      1. Persyaratan Administratif :
        • Nama, SIP dan alamat dokter
        • Tanggal penulisan resep
        • Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
        • Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien
        • Cara pemakaian yang jelas
        • Informasi lainnya
      2. Kesesuaian farmasetik : bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian
      3. Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlumenggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
    2. Penyiapan obat.
      1. Peracikan.Merupakan kegiatan menyiapkan menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.
      2. Etiket.Etiket harus jelas dan dapat dibaca.
      3. Kemasan Obat yang DiserahkanObat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.
      4. Penyerahan Obat.Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien.
      5. Informasi Obat.Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
      6. Konseling.Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
      7. Monitoring Penggunaan Obat.Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya.
      8. Promosi dan Edukasi.Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus memberikan edukasi apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat yang sesuai dan apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet /brosur, poster, penyuluhan, dan lain lainnya.
  2. Pelayanan Residensial (Home Care).Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).

EVALUASI MUTU PELAYANAN

Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan adalah:

  1. Tingkat kepuasan konsumenDilakukan dengan survei berupa angket atau wawancara langsung.
  2. Dimensi waktuLama pelayanan diukur dengan waktu ( yang telah ditetapkan).
  3. Prosedur Tetap ( Protap )Untuk menjamin mutu pelayanan sesuai standar yang telah ditetapkan.

Disamping itu prosedur tetap bermanfaat untuk:

  1. Memastikan bahwa praktik yang baik dapat tercapai setiap saat;
  2. Adanya pembagian tugas dan wewenang;
  3. Memberikan pertimbangan dan panduan untuk tenaga kesehatan lain yang bekerja di apotek;
  4. Dapat digunakan sebagai alat untuk melatih staf baru;
  5. Membantu proses audit.

Prosedur tetap disusun dengan format sebagai berikut:

  1. TujuanMerupakan tujuan protap.
  2. Ruang lingkupBerisi pernyataan tentang pelayanan yang dilakukan dengan kompetensi yang diharapkan.
  3. HasilHal yang dicapai oleh pelayanan yang diberikan dan dinyatakan dalam bentuk yang dapat diukur.
  4. PersyaratanHal hal yang diperlukan untuk menunjang pelayanan.
  5. ProsesBerisi langkah-langkah pokok yang perlu dilkuti untuk penerapan standar.Sifat protap adalah spesifik mengenai kefarmasian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar