Minggu, 21 Desember 2008

Tiada Apoteker Tiada Layanan

Menarik sekali jika kita melihat upaya ISFI (Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia) dalam membuat paradigma baru dengan meredefinisi makna apotek sebagai TATAP (Tiada Apoteker Tiada Layanan). Merujuk tulisan pak M. Dani Pratomo pada dengan judul paradigma baru, pola pikir baru yang melihat ada 3 (tiga) pendapat yang berbeda mengenai paradigma tersebut, yaitu :

  • Mereka yang setuju 100 % dengan paradigma baru tersebut.
  • Mereka yang beraliran moderat, setuju tapi dengan pengecualian. Tanpa apoteker apotek tetap boleh beroperasi sepanjang bukan melaksanakan asuhan kefarmasian (termasuk, tentu saja pelayanan resep dokter).
  • mereka yang sama sekali tidak setuju dengan paradigma baru tersebut.

Paradigma TATAP memang tentu saja menyentil (atau malah memukul ?) para rekan-rekan apoteker yang mungkin tingkat kehadirannya di Apotek rendah dengan berbagai alasan tertentu. Memang benar sekali pendapat pak Dani bahwa paradigma ini mengganggu "KENYAMANAN" mereka-mereka yang sudah terbiasa dengan pola lama.

Hal yang menurut kami akan bisa menghambat paradigma TATAP adalah jika Apoteker tidak atau bukan Pemilik Apotek. Sudah bukan rahasia umum bahwa pada umumnya untuk menekan biaya para pemilik Apotek meminta Apoteker untuk tidak datang setiap hari (atau malah tidak perlu datang sama sekali ?).

Untuk itu selain ada perubahan sikap bahwa Apoteker datang ke apotek bukan untuk bekerja tetapi menjalankan profesi juga perlu adanya komunikasi yang baik dengan pemilik apotek akan pentingnya kehadiran seorang apoteker yang bisa menambah profit pemasukan apotek. Akan lebih baik lagi jika ada usaha dari para Apoteker untuk membuka apotek sendiri sehingga konsep

Tidak ada komentar:

Posting Komentar